KRC,Pacitan -
Melambungnya harga kedelai yang kian tak terkendali menjadi pukulan berat bagi pengusaha tempe di Pacitan. Betapa tidak harga kedelai yang dalam kondisi normal hanya berkisar Rp 3.000 hingga Rp 4.000 kini melonjak hingga menembus angka Rp 8.000 rupiah per kilogram.Kondisi tersebut seolah menjadi pil pahit yang harus ditelan produsen tempe. Di satu sisi roda usaha harus tetap berjalan, sementara pada lain pihak daya beli masyarakat tidak mampu mengimbangi lonjakan harga.Untuk menyelamatkan usaha, banyak pengrajin terpaksa mengurangi isi kemasan produk meskipun tetap dengan harga lama. Akibatnya laba yang didapat semakin menipis bahkan sebagian pemilik industri rumah tangga tak lagi mampu bertahan."Awalnya harga cuma empat ribu. Sejak bulan puasa naik terus hingga mencapai delapan ribu sampai sekarang," aku Adianto (37) produsen tempe di Desa Nanggungan, Pacitan kepada detiksurabaya.com, Senin (14/1/2008).Adianto menuturkan, saat ini merupakan masa paling berat bagi industri tempe. Terpuruknya usaha, lanjut pria asli Pekalongan yang telah menekuni bisnis tempe selama 19 tahun itu, memaksanya memberhentikan seorang karyawan lantaran tidak mampu menggaji. Bahkan sempat terbersit di benaknya untuk alih profesi dengan pekerjaan lain yang lebih menjanjikan."Saya bingung mau kerja apa. penghasilan sehari-hari semakin tidak mencukupi untuk keluarga," keluh bapak dua anak itu.Naiknya harga kedelai bukan saja menimpa pemilik usaha seperti Adianto. Pedagang pengecer pun ikut merasakan dampak naiknya komoditas pangan itu. Dari 100 lebih pelanggan tetap Adianto separuh diantaranya berhenti menjual tempe. Tak ayal untuk bisa bertahan Ardianto memilih mengurangi kuota produksi tiap harinya hingga 50 persen lebih. Tak banyak yang dia harapkan kecuali harga segera normal dan usaha produksi tempe miliknya bangkit kembali. (yy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar